Kurangnya minat baca siswa disekolah, sehingga perpustakaan di
sekolah kurang berfungsi dengan baik.
Kondisi minat baca bangsa indonesia memang cukup memprihatinkan.
Berdasrkan studi “most littered nation in the world” yang dilakukan oleh
central connecticut state university pada maret 2016 lalu, indonesia dinyatakan
menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat baca.
Kondisi minat baca yang kurang seperti ini menambah buruk adanya
perpustakaan di sekolah tidak berjalan kurang baik. Adapun pengertian dari
perpustakaan itu sendiri adalah sebagi suatu unit kerja dari sebuah lembaga
pendidikan yang berupa tempat penyimpanan koleksi buku-buku pustaka untuk
menunjang proses pendidikan, sekaligus sebagai sarana edukatif untuk membantu
memperlancar cakrawala pendidik dan peserta didik dalam kegiatan belajar
mengajar.
Namun pada kenyataan yang sering saya jumpai tidak semua siswa
menganggap perpustakaan sebagai tempat yang menarik untuk dikunjungi, bagi
siswa yang memiliki minat baca yang rendah akan sangat merasa bosan ketika
harus berkunjung ke perpustakaan dan mencari buku untuk dibaca. Mereka
menganggap perpustakaan di sekolah layaknya sebuah gudang, yakni tempat untuk
menyimpan buku-buku saja.
Ibaratkan waktu siswa belajar dalam kelas saja sudah memakan banyak
waktu, kemudian jam istirahat yang singkat kira-kira sekitar 15-20 menit,
kemudian masuk lagi untuk mengikuti pelajaran di kelas. Lalu kapan mereka akan
pergi ke perpustakaan?
Kepala badan penelitian dan pengembangan (balitbang) kementrian pendidikan
dan kebudayaan (kemdikbud), totok suprayitno menilai banguna bukan menjadi
faktor utama untuk menarik siswa ke perpustakaan. Sebab, adanya program
perpustakaan jauh lebih penting sehingga menarik siswa untuk datang ke
perpustakaan. Totok menjelaskan, perlu ada penjadwalan khusus yang membimbing
siswa pergi ke perpustakaan. Penjadwalan, kata dia harus dilakukan secara
terstuktur dengan desain yang khusus. Jadi bukan jadwal yang spontanitas. Kita
upayakan supaya perpustakaan menjadi
tempat pusat informasi. Dengan begitu siswa melihat perpustakaan bukan hanya
bangunan, tetapi juga aktivitas yang ada didalamnya. Totok menambahkan, program
15 menit membaca sebelum mulai pelajaran merupakan langkah yang baik untuk
memulai kebiasaan membaca siswa. Disam ping itu, perlu adanya program yang juga
menciptakan literasi digital. Aktivitas membaca itu tidak hanya mengeja tulisan
tetapi juga mengkritisi dan membawa logika berfikir, di sekolah pertama siswa
diajak untuk learning to read tetapi kemudian beralih menjadi read to learn.
Dari paparan diatas, solusi untuk meningkatkan minat baca dan
memfungsikan kembali perpustakaan sekolah sebagai gudang ilmu itu selai dari
pendapat tokoh diatas yaitu bisa menggunakan program perpustakaan sekolah yang
sejalan dengan kurikulum yang sedang berlaku. Contohnya, program perpustakaan
ini bekerjasama dengan guru bahasa indonesia, buat program setiap minggu ke
perpustakaan, lalu diadakan review. Nanti pustakawan menilai pekerjaan siswa
dan dimasukkan dalam penilaian pelajaran bahasa indinesia. Dari tugas
pustakawan disini tidak hanya menunggu perpustakaan namun juga berperan aktif
memfasilitasi aktivitas yang terjadi di dalamnya. Namun program perpustakaan
tidak bisa diseragamkan di seluruh sekolah yang ada di indonesia sehingga harus
disesuaikan dengan kondisi yang ada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar