Rabu, 12 Oktober 2016

argumentasi tentang masalah pendidikan

Kurangnya minat baca siswa disekolah, sehingga perpustakaan di sekolah kurang berfungsi dengan baik.
Kondisi minat baca bangsa indonesia memang cukup memprihatinkan. Berdasrkan studi “most littered nation in the world” yang dilakukan oleh central connecticut state university pada maret 2016 lalu, indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat baca.

Kondisi minat baca yang kurang seperti ini menambah buruk adanya perpustakaan di sekolah tidak berjalan kurang baik. Adapun pengertian dari perpustakaan itu sendiri adalah sebagi suatu unit kerja dari sebuah lembaga pendidikan yang berupa tempat penyimpanan koleksi buku-buku pustaka untuk menunjang proses pendidikan, sekaligus sebagai sarana edukatif untuk membantu memperlancar cakrawala pendidik dan peserta didik dalam kegiatan belajar mengajar.

Namun pada kenyataan yang sering saya jumpai tidak semua siswa menganggap perpustakaan sebagai tempat yang menarik untuk dikunjungi, bagi siswa yang memiliki minat baca yang rendah akan sangat merasa bosan ketika harus berkunjung ke perpustakaan dan mencari buku untuk dibaca. Mereka menganggap perpustakaan di sekolah layaknya sebuah gudang, yakni tempat untuk menyimpan buku-buku saja.

Ibaratkan waktu siswa belajar dalam kelas saja sudah memakan banyak waktu, kemudian jam istirahat yang singkat kira-kira sekitar 15-20 menit, kemudian masuk lagi untuk mengikuti pelajaran di kelas. Lalu kapan mereka akan pergi ke perpustakaan?

Kepala badan penelitian dan pengembangan (balitbang) kementrian pendidikan dan kebudayaan (kemdikbud), totok suprayitno menilai banguna bukan menjadi faktor utama untuk menarik siswa ke perpustakaan. Sebab, adanya program perpustakaan jauh lebih penting sehingga menarik siswa untuk datang ke perpustakaan. Totok menjelaskan, perlu ada penjadwalan khusus yang membimbing siswa pergi ke perpustakaan. Penjadwalan, kata dia harus dilakukan secara terstuktur dengan desain yang khusus. Jadi bukan jadwal yang spontanitas. Kita upayakan supaya perpustakaan  menjadi tempat pusat informasi. Dengan begitu siswa melihat perpustakaan bukan hanya bangunan, tetapi juga aktivitas yang ada didalamnya. Totok menambahkan, program 15 menit membaca sebelum mulai pelajaran merupakan langkah yang baik untuk memulai kebiasaan membaca siswa. Disam ping itu, perlu adanya program yang juga menciptakan literasi digital. Aktivitas membaca itu tidak hanya mengeja tulisan tetapi juga mengkritisi dan membawa logika berfikir, di sekolah pertama siswa diajak untuk learning to read tetapi kemudian beralih menjadi read to learn.


Dari paparan diatas, solusi untuk meningkatkan minat baca dan memfungsikan kembali perpustakaan sekolah sebagai gudang ilmu itu selai dari pendapat tokoh diatas yaitu bisa menggunakan program perpustakaan sekolah yang sejalan dengan kurikulum yang sedang berlaku. Contohnya, program perpustakaan ini bekerjasama dengan guru bahasa indonesia, buat program setiap minggu ke perpustakaan, lalu diadakan review. Nanti pustakawan menilai pekerjaan siswa dan dimasukkan dalam penilaian pelajaran bahasa indinesia. Dari tugas pustakawan disini tidak hanya menunggu perpustakaan namun juga berperan aktif memfasilitasi aktivitas yang terjadi di dalamnya. Namun program perpustakaan tidak bisa diseragamkan di seluruh sekolah yang ada di indonesia sehingga harus disesuaikan dengan kondisi yang ada.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar